Sign Up

Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.

Sign In

Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.

Forgot Password

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.

Sorry, you do not have permission to ask a question, You must login to ask a question.

Please briefly explain why you feel this question should be reported.

Please briefly explain why you feel this answer should be reported.

Please briefly explain why you feel this user should be reported.

4 Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Imam Al-Ghazali

4 Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Imam Al-Ghazali

Menurut Al-Ghazali (w. 505) dalam kitabnya yang berjudul Kimiya Al-Sa’adah: Kimia Ruhani Untuk Keahagiaan Abadi, jalan menuju kebahagiaan itu adalah ilmu serta amal. Ia menjelaskan bahwa seandainya anda memandang ke arah ilmu, anda niscaya melihatnya bagaikan begitu lezat. Sehingga ilmu itu dipelajari karena kemanfaatannya. Anda pun niscaya mendapatkannya sebagai sarana menuju akhirat serta kebahagiannya dan juga sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, hal ini mustahil tercapai kecuali dengan ilmu tersebut. Dan yang paling tinggi peringkatnya, sebagai hak umat manusia adalah kebahagiaan abadi. Sementara yang paling baik adalah sarana ilmu tersebut yaitu amal yang mengantarnya kepada kebahagiaan tersebut. Jadi, asal kebahagiaan di dunia dan akhirat sebenarnya ilmu.

Seperti dalam perkataan Imam Syafi’i:

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan  ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139).

Dalam artikel ini kita berfokus pada kebahagiaan yang abadai (ma’rifatullah), maka berikut merupakan beberapa cara yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali (w. 505) untuk mencapai kebahagiaan (ma’rifatullah), yaitu:

1. Mengenal Diri Sendiri

Mengenal diri merupakan kunci untuk mengenal Tuhan, sebagaimana dalam hadis dikatakan, “Siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya,”. Perlu kita sadari bahwa tiada suatu apapun yang lebih dekat dengan kita kecuali diri kita sendiri, maka bagaimana dapat kita memhami suatu yang lainnya sbelum memahami diri sendiri.

Langkah untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa diri ini terdiri atas bentuk luar yang disebut jasad atau tubuh, dan wujud dalam yang disebut hati atau ruh. Hati yang dimaksudkan bukanlah segumpal daging yang terletak di dada kiri, melainkan raja yang mengendalikan seluruh fakultas lainnya dalam diri serta mempergunakannya sebagai alat dan pelayannya. Pada hakikatnya, ia bukan sesuatu yang indriawi, melainkan sessuatu yang gaib, keberadaannya di dunia hanya sebagai pendatang yang akan kembali ke tempat asalnya. Pengetahuan akan wujud dan sifat-sifatnya inilah yang menjadi kunci untuk dapat mengenal Tuhan.

Seseungguhnya kendaraan hati adalah jasad/tubuh dan agar dapat sampai kepada Tuhan maka hati membutuhkan perbekalan yaitu ilmu, dan perantara untuk mendapatkan perbekalan itu adalah amal yang shalih. Seorang hamba tidak akan dapat sampai kepada Tuhannya selama tubuh tubuh tidak berada dalam kondisi tenang, dan menjadikan dunia sebagai perantara untuk dapat sampai kepada Tuhan atau mengenal Tuhan.

2. Mengenal Allah Swt

Dengan merenungkan wujud dan sifat-sifat Allah Swt, manusia dapat mengetahui sebagian pengetahuan tentang Allah. Jika seseorang merenungkan dirinya, ia akan mengetahui bahwa sebelumnya ia tidak ada, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:

“Tidakkah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa-apa?” (Q. 76: 1)

Dan dengan merenungi struktur tubuhnya yang menakjubkan ia menyadari kekuasaan dan kebijaksanaan Allah. serta merenungkan karunia yang berlimpah untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya ia akan menyadari cinta Allah kepadanya. Begitulah, mengenal diri menjadi kunci untuk mengenal Allah. Bukan saja sifat-sifat manusia merupak kan pantulan sifat-sifat Tuhan, melainkan keberadaan ruhnya pun dapat mengantarkan manusia pada pemahaman tentang keberadaan Allah.

3. Mengenal Dunia

Dunia ini diibaratkan sebuah panggung atau pasar yang dikunjungi para musafir dalam perjalanan mereka menuju tempat lain. Di sinilah mereka membekali diri dengan berbagai perbekalan. Dengan bantuan panca indranya, manusia harus memperoleh pengetahuan tentang ciptaan Allah dan melalui perenungan terhadap semua ciptaan-Nya itu, ia akan mengenal Allah.

Dunia juga ibarat kebun (halaman) depan bagi neghri akhirat, dan dunia merupakan salah satu rumah yang berisi pentunjuk. Di alam dunia manusia harus menyiapkan bekal untuk menuju alam yang penuh kekekalan, dengan tubuh sebagai kendaraan untuk mencari perbekalan tersebut, maka menjaga dan memelihara tubuh sangatlah penting, agar dapat mendapatkan bekal sebanyak- banyaknya selama di dunia ini.

Dunia itu bersifat sementara, cepat rusak sangat dekat masa berlalunya. Dunia menjanjikan ketenangan, kemudian ia ingkar dalam menepatinya. Dunia diibaratkan seperti mimpi atau hayalan, yang mana di dalamnya terdapat tipuan. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:

“Dunia itu mimpi, sedang penghuninya diberi pahala dan siksa karenanya.”

Maka jangan sampai kita tertipu dengan keindahan dunia yang hanya sementara.

4. Mengenal Akhirat

Orang-orang yang meyakini Al-Qur’an dan sunnah maka tidak asing lagi degan konsep adanya kenikmatan surga dan siksa neraka yang menanti di alam akhirat. Akan tetapi perlu diketahui akan adanya surge ruhani dan neraka ruhani. Mengenai surga ruhani, Allah berfirman kepada Nabi-Nya,

“Tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati manusia, itulah nikmat yang disiapkan bagi orang yang bertakwa.”

Hati orang yang tercerahkan memiliki satu jendela yang terbuka ke arah dunia ruhani sehingga ia dapat mengetahui, penyebab segala kerusakan dan kebahagiaan jiwa. Ia tahu bahwa pengetahuan tentang Allah dan ibadah kepada-Nya menjadi obat bagi jiwa, sementara kebodohan dan dosa menjadi racun yang merusaknya. Jadi, jika kamu lebih memilih kebodohan ketimbang pengetahuan tentang Allah maka kebodohan itu akan menyertaimu di akhirat dalam wujud kegelapan jiwa dan penderitaan.

Sebagaimana dalam firman Allah yang berbunyi:

“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isra’: 72)

Sebagaimana telah dijelaskan pada tahap mengenal dunia bahwa urusan utama manusia di dunia ini adalah mempersiapkan diri bagi dunia yang akan datang. Kita harus meyakini bahwa adanya kehidupan setelah kematian di alamm akhirat. Bahkan jika seseorang meragukan keberadaan akhirat, nalar mengajarkan bahwa ia harus bertindak seakan-akan akhirat itu ada dengan mempertimbangkan akibat luar biasa yang mungkin terjadi. Keselamatan hanya bagi orang- orang yang mengikuti ajaran Allah.

Related Posts

Leave a comment

You must login to add a new comment.